Senin, 26 Agustus 2019


   Tak bisa dipungkiri wajah bumi nusantara memiliki keanekaragaman yang luar biasa, baik flora dan fauna. Disamping keanekaragaman yang luar biasa masih ditambah dengan melimpahnya sumber daya alam. Maka sudah menjadi kewajiban kita untuk bersyukur dengan anugerah yang diberikan Tuhan, manifestasinya dapat dilakukan dengan melindungi, memelihara, dan memanfaatkan sumber daya dengan optimal agar tercapai suatu  keharmonisan dan keseimbangan antara manusia dengan Tuhan, impact-nya akan timbul maslahat dimasyarakat.
Berbicara mengenai sumber daya alam, sekarang ini banyak terjadi ketimpangan, mengutip tulisan Robert D Kaplan menyebutkan bahwa di abad 21 negara seperti Indonesia berpotensi mengalami konflik sumber daya alam. Ternyata prediksi tersebut sudah dapat dibuktikan saat ini, dari maraknya pemberitaan di media dan kejadian – kejadian terkait sumber daya alam. Disebutkan juga oleh Kaplan bahwa peningkatan konflik sumber daya alam tidak hanya disebabkkan oleh pertumbuhan penduduk; namun juga problematika proses demokratis yang tidak kunjung memberikan kepastian dan keadilan; sementara kelangkaan sumber daya alam yang dapat diakses oleh rakyat. Kondisi itu diperparah dengan mekanisme yang salah dalam pemanfaatan sumber daya alam, ketika terjadi kesalahan pengelolaan potensi SDA yang terjadi adalah rusaknya natural reserve
Dari problematika diatas maka konservasi menjadi hal yang krusial dan perlu dilakukan. Konservasi perlu dilakukan demi menunjang pembangunan nasional, support of life dan menjaga kesehatan mental masyarakat. Melihat timeline sejarah ternyata usaha konservasi sudah dilakukan di Asia Timur pada tahun 252 SM oleh Raja Asoka, pada saat itu Raja Asoka memerintahkan untuk melakukan perlindungan tehadap binatang liar, ikan dan hutan. Ditahun 1804 di Inggris juga terjadi usaha konservasi lingkungan dalam hal ini Raja William 1 menjadi inisiator dalam memelihara lingkungan. Tak hanya di Asia Timur dan Inggris saja, ternyata di Indonesia usaha konservasi sudah ada sejak Kerajaan Sunda berdiri, dibuktikan dengan peninggalan Prasasti Batutulis Bogor. Disamping itu pada candi Borobudur juga terdapat relief kalpataru yang mencerminkan usaha konservasi lingkugan. Pada tahun 1980 munculah konsep taman nasional dan ditahun itu pula dideklarasikan lima taman nasional yaitu Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Gede Pangrango, Taman Nasional Ujung Kulon, Taman Nasional Baluran dan Taman Nasional Komodo.
Penanganan masalah lingkungan membutuhkan pendekatan secara holistik dan komprehensif. Perencanaan  pengelolaan sumber daya alam merupakan salah satu kunci bagi kesuksesan usaha konservasi, maka peranan pemerintah dan lembaga – lembaga sangat dibutuhkan. Disamping peranan pemerintah, partisipasi dari semua komponen masyarakat   juga dibutuhkan untuk melanjutkan estafet   konservasi lingkungan, selain itu kebradaan organisasi mandiri juga menjadi faktor penting dalam rangka menjaga artikulasi perihal usaha konservasi. Pada titik ini, partisipasi organisasi masyarakat yang mandiri menjadi sangat strategis guna tepat sasaranya program – program yang ada.

Rabu, 21 Agustus 2019

Dewasa ini krisis moral baru menimpa bangsa kita ini terutama pada generasi muda,demoralisasi ini tidak bisa kita anggap sebagai masalah yang remeh. Sesuatu yang kecil atau remeh apabila dibiarkan maka lama – kelamaan akan menjadi suatu hal yang besar.  Sebenarnya apa itu demoralisasi, ditinjau dari kata memiliki makna kemerosotan akhlak atau kerusakan moral. Kerusakan moral pada generasi muda merupakan suatu ancaman, karena pemuda sebenarnya seorang pioner pembangunan di masa depan, lantas bagaimana jika pemuda sebagai calon pioner pembangunan di masa depan tidak memiliki integritas moral tetapi malahan memiliki akhlak yang buruk. Ada banyak sekali bukti nyata contoh perilaku yang mencerminkan demoralisasi pada generasi muda kita, contohnya adalah maraknya tawuran, seks bebas, minum minuman keras, tidak adanya kejujuran , bolos sekolah dan masih banyak lagi. 
Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2017 mengungkapkan anak laki – laki pada usia 15 -19 tahun sebanyak 70 % telah mengonsumsi alkohol sedangkan untuk wanita sebanyak 58 %. Tentunya miris jika kita melihat hal itu, namun itu baru dari satu masalah. Pada 2018 Komnas Perlindungan Anak (KPAI)byang berkordinasi dengan Kemetrian Kesehatan melakukan survei di berbagai kota besar di Indonesia terkait seks bebas dan hasilnya cukup mengejutkan karena sebanyak 67 % remaja di Indonesia melakukan hubungan seks diluar nikah. Contoh nyata pada 2018 terjadi kasus yang mengejutkan, yaitu sebanyak 12 siswi SMP di Lampung hamil. Terdapat indikasi bahwa semua siswi tersebut merupakan korban dari orang dewasa, artinya kondisi kurang nyaman dari orangtua membuat anak mencari kenyamanan di luar, antara lain dengan pasangan atau pacarnya. Pantas jika sekarang ini Indonesia disebut negara darurat seks, lantas jika sudah demikian siapa yang perlu dimintai pertangungjawaban. Apakah pihak keluarga?, sekolah? Ataukah malah kebijakan pemerintah yang keliru?. Tapi kuranglah bijak jika sudah terjadi kasus seperti ini kita malah mencari siapakah yang seharusnya bertangung jawab, kita harus mulai berfikir bagaimana menanggani kasus ini. 
Sebenarnya banyak sekali faktor – faktor yang menyebakan timbulnya masalah – masalah tersebut, diantaranya kurang harmonis dan keterbukaan di lingkungan keluarga, faktor lingkungan, perkembangan teknologi, pengaruh Budaya Barat, dan rendahnya kesadaran akan agama. Faktor keluarga dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya kasus – kasus tersebut karena kerap kali kita temukan dalam suatu keluarga tidak adanya kondisi yang harmonis, kurang adanya interaksi, minimnya keteladan dari orangtua dan kurangnya pendidikan seks pada usia remaja. Hal itu sangat berdampak pada tumbunya paham anak pada budaya seks bebas. Lalu dari segi lingkungan, lingkungan sangatlah mempengaruhi sifat seseorang. Jika dalam suatu kumpulan kelompok tersebut melakukan  tindakan – tindakan yang baik, maka kemungkinan output yang dihasilkan pada generasi muda akan baik, dan sebaliknya apabila dalam suatu kelompok masyarakat banyak melakukan tindakan – tindakan buruk, maka output generasi mudanya pun buruk. Selanjutya ditinjau dari perkembangan teknologi, tak bisa kita pungkiri kemajuan teknologi yang berkembang saat ini memanglah sangat membantu dalam segala sektor keperluan manusia, sehingga pekerjaan yang dilakukan oleh manusia menjadi lebih efisien. Teknologi memang bisa sangat membantu tetapi dengan syarat, sesorang yang menggunakannya bisa mengendalikan dan selektif terhadap teknologi, lantas bagaimana yang terjadi jika seseorang tidak bisa mengendalikan teknologi. Tentunya teknologi malah akan menjadi boomerang yang menampilkan sisi buruk, contohnya ketika seseorang malah mempergunakan teknologi untuk menonton konten pornografi, perjudian, menyebarkan kasus hoaks dll. Selanjutnya mengenai pengaruh Budaya Barat, arus Budaya Barat saat ini memang sangatlah sulit untuk dibendung, banyak sekali suguhan yang kurang baik disebarkan melalui film, video clip musik, paham pemikiran dll. Sekarang ini hampir disetiap film barat pasti disispkan hal – hal yang tidak semestinya, hal seperti ini lama – kelamaan akan tertanam pada alam bawah sadar seseorang dan akhirnya akan membentuk pribadi seseorang. Keadaan itu semakin diperburuk dengan lemahnya kesadaran mengenai agama, yang sebenarnya mempunyai peran penting dalam membentengi kasus – kasus pelanggaran etika.
Implikasi dari perilaku tersebut jika ditinjau secara sosial, perilaku seks bebas akan meningkatkan persentase pernikahan dini, putus sekolah, kemiskinan, penelantaran anak dan bahkan akan menambah permasalahan bagi masyarakat dan negara. Apabila hal ini dikaitkan kepada kegiatan spiritual, sungguh hal ini pasti akan merusak keimanan seseorang karena jika seseorang telah melakukan hal tersebut pasti akan muncul tendensi kekacauan psikis yang menimbulkan tidak sampainya memikirkan hal – hal spiritual. 
Sudah semestinya sekarang ini semua pihak berperan aktif dalam merintangi demoralisasi terkhusus bagi seorang mahasiswa yang dikatakan sebagai agent of change. Hal nyata dapat kita awali dengan perilaku selektif dalam mengarungi arus informasi, bisa juga dengan memberikan edukasi terkait seks bebas dalam lingkungan keluarga dan masyarakat, atau jika kita handal dalam bidang IT kita dapat berkontribusi dengan membuat konten – konten menarik untuk mengedukasi masyarakat. 

Haus Bacaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts